Resensi Novel The Woman in Cabin 10 - Ruth Ware

By Alfian Ahmad Saputra - Agustus 29, 2021

 

Judul : The Woman in Cabin 10 (Terjemahan)
Penulis : Ruth Ware
Penerjemah : Reni Indardini
Penerbit : Naura Books
ISBN : 978-602-385-284-0
Ukuran : 22 cm
Tebal : 484 Halaman
Harga : Rp.84.000
 
Blurb
 
Ini tugas terbesar sepanjang sejarah karier jurnalisme Lo Blacklock: meliput pelayaran sebuah kapal pesiar mewah selama seminggu. Mengalami trauma setelah pencurian di rumahnya, berada di kapal pesiar menjadi sesuatu yang terasa aman bagi Lo.
 
Tidak mungkin orang bisa masuk ke kapal yang berada di tengah samudra. Namun, bagaimana jika bahaya itu berasal dari dalam? Dari kabin tak berpenghuni di sebelah kamarnya? Bunyi ceburan tengah malam, gadis yang dia lihat tapi tidak seorang pun kenal, dan pembunuhan yang dia yakini terjadi tapi tidak seorang pun mau percaya. Mungkinkah dia hanya terlalu banyak mengonsumsi alkohol dan obat antidepresan hingga mulai mengkhayal?

Review

    Buku ke dua dari penulis Ruth Ware. Saya pertama kali tertarik dari gambar sampulnya yang sederhana dan sepertinya menarik. Setelah menunggu beberapa hari dan sampai di tangan saya, aku sangat bersemangat sekali untuk membacanya. Selain itu di sampulnya juga tertulis-

“Kisah detektif modern yang luar biasa.” –New York Post
 
Dan juga beberapa tulisan review menarik yang ada di belakang sampul membuat saya malah makin penasaran apa yang ada didalam buku tersebut.

    Berkisah tentang seorang Jurnalis dari Britania Raya bernama Laura Blacklock (Dipanggil Lo), yang mendapatkan tugas untuk membuat liputan tentang kapal pesiar mewah, bernama Aurora. Dia diundang untuk melakukan perjalanan dengan kapal tersebut selama satu minggu, dan tentu saja biaya di tanggung pihak manajemen kapal. SIAPA YANG TEGA UNTUK MENOLAKNYA?
 
    Saat di dalam kapal mewah tersebut Lo mendapat kabin nomer sembilan. Semua berjalan lancar hingga disuatu malam Lo mendengar suara jeburan yang begitu keras jatuh di samudra. Lo juga melihat bekas bercak darah di jendela kabin sepuluh. Ia kemudian melaporkan ke pihak keamanan. Namun anehnya saat ditelusuri tidak terjadi apa-apa. Bercak darah di jendela juga seketika menghilang. Apakah yang terjadi? Apakah yang didengar dan dilihat Lo itu nyata? atau hanya hayalan Lo belaka?

    Jujur di awal cerita dalam buku ini begitu membosankan. Cerita yang dibuat juga sangat lambat sekali. Cerita juga terkesan diulur-ulur. Namun saat mulai pada pertengahan, tempo cerita agak sedikit dipercepat, hingga pada bagian akhir dalam cerita. Saya lebih suka pada bagian akhir cerita, sisanya membosankan.

    Saya juga terlalu ber-ekspetasi tinggi terhadap buku ini. Dan hasilnya hanya beberapa bagian pertenghan dan ending yang dapat saya rasakan suasana panik dan rasa cemas. Dalam cerita juga terdapat beberapa Plot Hole. Seperti siapa yang merampok rumah Lo, tidak dijelaskan hingga akhir cerita.

    Ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu dari Lo sendiri. Menceritakan tentang drinya yang menderita klaustrofobia maupun phobia lainnya yang membuatnya bingung mana yang kenyaatan atau pun khalayan belaka. Kita dibuat terombang-ambing membedakan mana yang nyata dan mana yang bukan. Mana yang sebenarnya cuma perasaan saja dan mana kejadian yang benar-benar nyata.

    Untuk keseleruhan buku ini di bilang bagus tidak, di bilang tidak bagus juga tidak. Saya merasakannya jadi satu antara bosan dan tertarik dengan ceritanya. Meskipun demikian aku bisa menyelesaikan buku ini, walaupun dengan sedikit paksaan dan setidaknya rasa penasaranku terhadap buku bisa ku ketahui.


“Kalau kita mencari nafkah dengan
memakan segala hal menjijikkan,
tidak ada salahnya kita menginginkan
daging panggang yang enak saat libur.”
 
hal 96

Rating 3/5 Bintang

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments